Selasa, 09 November 2010

Heritage of Bandung

BANDUNG,09/11/2010. Sejarah sebuah kota tidak hanya bisa ditelusuri dari perjuangan masyarakatnya. Selain melalui kondisi geologi, masih banyak saksi bisu lainnya yang bisa menceritakan perjalanan masa lalu sebuah kota, terutama ketika kota tersebut memasuki masa jaya.

Kota Bandung sebenarnya termasuk salah satu kota di Indonesia yang paling beruntung karena masih memiliki salah satu saksi sejarah masa lalunya yang bisa dibaca lewat bangunan-bangunan tua dengan berbagai langgam arsitekturnya. Melalui salah satu kekayaan itu, setiap orang bisa menelusuri perjalanan sejarah kota dan masyarakat Bandung, tergantung dari kepentingannya.


Dari segi arsitektur, Bandung pernah dijuluki sebagai laboratorium arsitektur paling lengkap karena memiliki begitu banyak kekayaan arsitektur yang hingga kini menjadi sumber inspirasi dan bahan penelitian yang tak habis-habisnya untuk digali. Berbagai bangunan tua bukan hanya mampu menceritakan bagaimana awal kota ini dibangun. Tetapi, dari sudut pandang lain-terutama dalam hubungan dengan peringatan 400 tahun VOC-bisa diketahui bagaimana kuku-kuku penjajah mulai mencengkeram daerah yang selama ini dijuluki Bumi Parahyangan untuk mengeksploitir sumber daya alam dan manusianya.

MASA keemasan pembangunan fisik Kota Bandung ditandai dengan maraknya pembangunan gedung-gedung modern sejak akhir abad ke-19. Masa itu ditandai dengan dipindahkannya ibu kota Priangan dari Cianjur ke Bandung pada tahun 1864. Namun, dampak positif kemajuan sosial-ekonomi kota ini barulah memperlihatkan perkembangan yang luar biasa sejak direncanakan sebagai ibu kota Hindia Belanda, menggantikan Batavia yang sanitasinya dinilai kurang mendukung. Usul pemindahan ibu kota tersebut disampaikan HF Tillema (1916) dan disetujui Gubernur Jenderal Limburg Van Stirum.

SELAIN dikenal sebagai Kota Taman yang kemudian melahirkan berbagai sanjungan karena kecantikannya, di bidang arsitektur, Kota Bandung mewariskan kekayaan berbagai langgam arsitektur. Lewat bangunan-bangunan tua Gedung Sate yang hingga kini tetap menjadi landmark Kota Bandung, kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berusaha memadukan gaya arsitektur modern dan tradisional, kota ini masih menyimpan kekayaan gaya arsitektur art deco.

Seni kebangkitan art deco di Kota Bandung mencapai puncaknya pada tahun 1920-an. Salah satu di antaranya adalah Gedung Bumi Siliwangi yang kini dijadikan Kantor Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Gedung yang hampir menyerupai kapal laut itu merupakan karya perancang Prof Wolf P Schoemaker. Bangunan ini pada awalnya merupakan vila milik DW Barrety yang dipersembahkan untuk istrinya.

Tahun 1964, gedung tersebut dibeli pemerintah dan kemudian digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan pendidikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG), cikal bakal Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung.

Langgam gaya arsitektur art deco yang tak kurang jumlahnya bisa dijumpai di sepanjang Jalan Braga, salah satu jalan paling bergengsi di Kota Bandung, di samping langgam gaya arsitektur lainnya. Maklum, pada saat itu di Bandung terdapat lebih dari 70 perancang bangunan. Bahkan, tak kurang dari Ir Soekarno, Presiden RI pertama, sempat memberi warna dan kekayaan arsitektur bangunan di kota ini. Bangunannya dicirikan dengan atap bertingkat dua dan bagian atasnya terdapat semacam gada.

Sayang, sebagian bangunan-bangunan yang bisa menceritakan tentang sejarah kota, kebudayaan dan seni arsitektur tersebut mulai banyak diruntuhkan. Beberapa di antaranya memang ada yang berhasil diselamatkan berkat usaha gigih yang dilakukan para pengurus Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung (Bandung Heritage). Tetapi, sebagian lainnya sudah tidak jelas lagi karena sudah rata dengan tanah. Dengan kekuasaan rezim ekonomi, di atasnya sudah berdiri bangunan baru. Jadi, banyak yang mengkhawatirkan Bandung akan kehilangan salah satu identitas dan sekaligus kekayaan budayanya.

Entah mengapa Pemerintah Kota Bandung bisa memberikan izin. 

Oleh : Nico S

Tidak ada komentar:

Posting Komentar