Selasa, 09 November 2010

GEDUNG KESENIAN RUMENTANG SIANG

Bandung, Seperti halnya gedung Asia Africa Culture Centre (AACC) yang bekas gedung bioskop Majestic, gedung kesenian ini bekas gedung bioskop Rivoli, Gedung Kesenian Rumentang Siang di Jalan Baranang Siang No 2, dekat Pasar Kosambi. Pada masa itu, gedung kesenian yang baru ada adalah gedung Yayasan Pusat kebudayaan (YPK). Sebagai persembahan bagi para seniman, sebelum masa tugasnya berakhir, Gubernur Jawa Barat, Solihin GP membuatkan gedung kesenian Rumentang Siang di tahun 1975. "Gedung Rumentang Siang merupakan peninggalan dari gubernur Solihin GP untuk para seniman," jelas pengelola GK. Rumentang Siang, Cece Raksa, yang sudah ikut mengelola sejak gedung ini berdiri. Sebelum nama Rumentang Siang ditetapkan, nama Kandaga Bandung sempat dilontarkan oleh Walikota Bandung saat itu. Pada tahun 30’an, sudah banyak terdapat bangunan bioskop di Kota Bandung, salah satunya bernama Rivoli Theater yang berada di Kosambi. Setelah nasionalisasi, tepatnya pada awal tahun 60’an, Bioskop Rivoli yang telah menjadi milik Pemda berganti nama menjadi Gedung Kesenian Rumentang Siang, penyair, Wahyu Wibisana lah yang mengajukan nama Rumentang Siang. Dalam bahasa Sunda, Rumentang diambil dari kata rentang-rentang yaitu samar-samar terlihat dari kejauhan untuk mendekat, sedangkan siang berarti nyata. Setelah itu gedung ini mulai aktif menyelenggarakan pagelaran seni kontemporer maupun tradisonal. Ditempat ini anda dapat menyaksikan penampilan teater-teater di Bandung seperti Main Teater, Teater Sunda Kiwari, dan banyak lainnya.
Gambar.1 Gedung Kesenian Rumentang Siang

Secara keseluruhan, Rumentang Siang bisa diartikan ketika berbagai seniman dengan beragam kesenian dari berbagai daerah yang jauh masih samar-samar, tidak terlihat. Namun ketika ada GK. Rumentang Siang, keberadaan mereka dapat lebih nyata adanya, sejak pendiriannya hingga tahun 1982, berbagai kesenian unggulan daerah di gelar di tempat ini. Tak hanya itu, sampai tahun 2000, kerjasama kebudayaan dengan beberapa negara dijalin. Misalnya dengan Japan Foundation, British Council juga kedutaan besar Australia. Namun, alasan tak ada biaya serta kemunduran kondisi gedung membuat kerjasama itu tak lagi dilakukan. Sarana prasarana seperti kursi, sound system dan light sistem tak cukup memadai lagi. 

 
Kondisi Rumentang Siang berkapasitas 347 orang penonton. Dengan luas panggung 8 x 12 meter, sebenarnya kurang memenuhi syarat panggung sebuah pertunjukan. Diperlukan kedalaman panggung yang lebih dalam, hingga sekitar pertengahan tahun 2003, Rumentang Siang masih mendapat kucuran dana dari pemerintah provinsi. Kini, pengelolaan Rumentang Siang tidak mendapatkan perhatian optimal dari pemerintah. Untuk fisik bangunan, pengelolaan Rumentang Siang berada di bawah PT. Jasa Wisata, sementara untuk program dibawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung , dapat dikatakan Adat istiadat yang santun serta kebudayaan yang halus dan lembut memungkinkan setiap orang yang tinggal dikawasan Bandung untuk mengembangkan nilai-nilai seni yang ada didalam dirinya. Tak heran jika pada masa lalu di kota ini pula untuk pertama-kalinya diproduksi film pertama di Indonesia berjudul “Loetoeng Kasaroeng”  yang diputar perdana pada 31 Desember 1926 sampai 6 Januari 1927 di dua bioskop terkenal Elite dan Oriental Bioscoop (Majestic) di Kota Bandung, tidak salah jika Bandung juga dijuluki Kota Seniman, sebenarnya kita sebagai kaum muda yang memiliki darah Indonesia, tetap memperhatikan kebudayaan yang beragam-ragam dan tidak luput dengan tempat-tempat pergelaran kesenian tersebut.


Jufli Fauzi ( T2 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar